Meyakini Kebenaran Al-Qur’an

[Ini soal cinta, Qur’an, dan keyakinan]

Foto: Ustadz Muhammad Sibawih bersama para santri penghafal Qur’an di Rumah Tahfidz Cinta Qur’an, Masjid Al-Muhtadin, Perum Purwomartani Baru.

Hal ini sangat penting untuk diupayakan karena segala hal yang ada di dalam al-Qur’an adalah kebenaran yang dapat menguatkan keyakinan seseorang. Bagaimana mungkin seseorang meyakini kebenaran mutlak terhadap Dzat Allah Swt. kalau tidak sekalian meyakini kebenaran firman-Nya, dalam hal ini yang terdapat di dalam al-Qur’an.

Melalui al-Qur’an, kita dapat mengetahui banyak hal yang berkaitan dengan Dzat Allah, sifat-sifat-Nya, janji-janji-Nya, dan segala yang berkaitan dengan keyakinan kita kepada-Nya. Sebab, al-Qur’an adalah sumber pertama kita dalam menggali berbagai informasi, baik itu yang berkaitan dengan keimanan, hukum, kehidupan sosial, maupun berbagai informasi tentang kehidupan akhirat yang kekal. Sumber berikutnya adalah hadits dari Baginda Nabi Muhammad Saw. Beliau adalah sumber yang paling autentik di dalam kita beragama setelah al-Qur’an. Bahkan, dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa Rasulullah Saw. diibaratkan sebagai al-Qur’an yang berjalan.

Dalam rangka menguatkan keyakinan bahwa al-Qur’an adalah firman Allah Swt. yang di dalamnya memuat kebenaran yang tidak bisa diragukan lagi, marilah bersama kita merenungkan kembali firman Allah Swt. berikut ini:

“Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (QS. al-Baqarah [2]: 2-4).

Bagi orang yang bertakwa, sungguh tidak ada keraguan sedikit pun keyakinannya terhadap kebenaran al-Qur’an. Bukankah kita juga menginginkan untuk menjadi orang yang bertakwa. Sebagaimana kita telah belajar untuk beriman kepada yang ghaib, yang salah satunya adalah kita yakin dan percaya terhadap Allah Swt. Kita juga belajar untuk senantiasa memperbaiki kualitas shalat kita, menafkahkan sebagian rezeki, beriman kepada Kitab (al-Qur’an) dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya, dan kita juga yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Sungguh, bila demikian adanya, semestinya tidak ada keraguan kita terhadap al-Qur’an. Dan, semestinya al-Qur’an adalah petunjuk dalam kehidupan kita. Maka, marilah kita wujudkan keyakinan kita tersebut dalam sikap dan tingkah laku kita pada kehidupan sehari-hari.

Diturunkannya al-Qur’an sesungguhnya untuk meneguhkan hati orang-orang yang telah beriman. Sebab, seluruh isi al-Qur’an adalah kebenaran dari Allah Swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. melalui Malaikat Jibril As. Dalam hal ini, marilah kita renungkan kebenaran firman Allah Swt. berikut:

“Katakanlah: ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan al-Qur’an itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. an-Nahl [16]: 102).

Tidak hanya untuk meneguhkan hati orang-orang yang telah beriman, al-Qur’an diturunkan juga sebagai petunjuk dan kabar gembira bagi kaum muslimin. Sebagai petunjuk, maka barang siapa berpedoman dengan al-Qur’an dalam kehidupannya tentu dijamin akan menemui keselamatan dan kebahagiaan. Sebaliknya, barang siapa ingkar atau kehidupannya tidak sesuai dengan petunjuk yang ada di dalam al-Qur’an, sudah barang tentu akan mengalami kerugian dan penyesalan yang berkepanjangan di akhirat kelak.

Dua Pusaka Peninggalan Nabi

Sudah barang tentu, setiap manusia menginginkan kehidupan yang bahagia, baik dalam kehidupan di dunia, lebih-lebih pada kehidupan yang abadi di akhirat kelak. Maka, berpedoman pada al-Qur’an yang diyakini kebenarannya adalah keniscayaan yang tidak bisa ditawar lagi. Sebab, inilah salah satu warisan dari Rasulullah Saw. Beliau meninggalkan dunia tidak meninggalkan warisan apa-apa kepada keluarganya, melainkan meninggalkan dua pusaka yang diwariskannya kepada seluruh umatnya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw. berikut:

“Kutinggalkan untuk kamu dua perkara (pusaka), tidaklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya, Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.”

Tidak akan tersesat selama-lamanya, demikian sabda Rasulullah Saw., selama kita berpegang kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya. Ya, tidak akan tersesat selama-lamanya, karena al-Qur’an memanglah pedoman yang lengkap, apalagi ditambah juga dengan selalu berpedoman pada Sunnah Rasul-Nya. Sebab, seseorang tidak mungkin dapat memahami al-Qur’an dengan baik tanpa menggunakan hadits Nabi Saw. sebagai pedoman.

Saudaraku tercinta, meyakini kebenaran firman Allah, mau tidak mau memang harus meyakini kebenaran al-Qur’an. Di samping itu, kita juga menggunakan hadits Nabi sebagai pedoman; termasuk dalam hal ini adalah hadits Qudsi sebagai firman Allah yang dijelaskan melalui hadits Nabi Muhammad Saw. Sungguh, al-Qur’an itu memang benar adanya, dan hanya orang-orang yang zhalim saja yang mengingkari kebenaran firman-Nya.

Allah Swt. berfirman:

“Sebenarnya, al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zhalim.” (QS. al-‘Ankabuut [29]: 49).

Sungguh, kita berlindung kepada Allah agar tidak menjadi orang yang zhalim karena mengingkari kebenaran ayat-Nya. Lalu, bagaimana caranya agar kita mempunyai keyakinan yang kuat akan kebenaran firman-Nya? Sebab, ada sebagian orang yang memang percaya bahwa al-Qur’an itu adalah firman Allah, tetapi kepercayaannya itu tidak membuahkan keyakinan yang kuat di dalam dirinya. Sehingga, al-Qur’an jarang disentuh, apalagi dibaca.

Cinta Qur’an

Maka, agar kita mempunyai keyakinan yang kuat, hal yang semestinya kita lakukan adalah mencintai al-Qur’an. Cinta tidak sekadar manis di bibir semata, tetapi diwujudkan dalam tingkah laku yang nyata. Perwujudan yang nyata dari seseorang yang mencintai al-Qur’an adalah dengan cara sering dan istiqamah dalam membacanya. Jangan sampai kita sudah mengaku sebagai seorang muslim, namun terhadap kitab suci kita, yakni al-Qur’an, kita jarang membacanya.

Sebuah kenyataan yang menyedihkan adalah ketika kita berkunjung ke rumah seorang muslim, namun di dalam rumah itu tidak kita jumpai al-Qur’an. Atau, kita jumpai al-Qur’an, namun kitab suci itu penuh dengan debu karena jarang atau malah tidak pernah dibaca. Sungguh, kita berdoa kepada Allah Swt., semoga kita dan saudara-saudara kita terhindar dari kelakuan yang menyedihkan seperti itu.

Tidak bisa tidak, agar kita benar-benar mencintai al-Qur’an, maka kita mesti memaksakan diri untuk sering membacanya. Awalnya memang harus dipaksa bila memang belum mempunyai kesadaran yang baik. Sebab, bawaannya nafsu adalah malas ketika diajak untuk melakukan kebaikan. Bila sudah terbiasa, insya Allah kita akan mempunyai kesadaran dalam mencintai al-Qur’an.

Untuk memotivasi diri agar kita mencintai al-Qur’an dan sering membaca serta mempelajarinya adalah kita mesti menambah ilmu kita berkaitan dengan al-Qur’an. Termasuk dalam hal ini adalah memahami hikmah dan fadhilah kita apabila membaca dan mempelajari al-Qur’an. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda:

“Orang yang pandai membaca al-Qur’an akan bersama malaikat yang mulia lagi berbakti, dan yang membaca tetapi sulit dan terbata-bata maka dia mendapat dua pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim).

“Sebaik-baik kamu ialah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).

Dengan memahami hikmah dan fadhilah dalam membaca dan mempelajari al-Qur’an maka menimbulkan kecintaan kita terhadap al-Qur’an. Di samping itu, kita juga belajar kepada orang-orang shalih di sekitar kita, betapa besar cinta mereka terhadap al-Qur’an. Di antara mereka ada yang setiap hari membaca satu juz, sehingga setiap bulan mereka mengkhatamkan al-Qur’an. Ada yang setengah bulan sudah dapat mengkhatamkan al-Qur’an. Ada yang setiap minggu dapat khatam al-Qur’an. Bahkan, beberapa orang shalih yang hafizh (hafal al-Qur’an), sehari dapat khatam al-Qur’an.

Bila dibandingkan dengan mereka, betapa kita perlu memompa semangat agar bisa seperti mereka dalam mencintai al-Qur’an. Tidak mungkin setiap bulan dapat mengkhatamkan al-Qur’an bila tidak dilandasi dengan sebuah rasa cinta. Ya, mencintai al-Qur’an yang pada hakikatnya adalah mencintai Allah Swt.

Dalam hal ini, setidaknya kita menyediakan waktu sekali saja dalam sehari untuk membaca al-Qur’an, misalnya setiap bakda shalat Maghrib. Atau, dua kali, yakni setiap bakda shalat Maghrib dan bakda shalat Shubuh. Atau, Anda lebih tahu terhadap waktu yang tepat bagi Anda untuk membaca al-Qur’an. Dan, yang paling penting dari semua itu adalah istiqamah. Dengan kita istiqamah membaca al-Qur’an, maka kita akan sangat dekat dengan Allah Swt. Bila kita telah dekat dengan Allah, insya Allah rahmat dari Allah Swt. pun dekat dengan kita. Dengan demikian, kita pun mempunyai keyakinan kuat yang keberadaannya sangat penting dalam menghadapi kehidupan ini.

Anda barangkali masih mempunyai keraguan dengan cara menguatkan keyakinan kepada Allah melalui istiqamah membaca al-Qur’an ini? Sungguh, tiada cara yang paling efektif untuk menghapus keraguan Anda kecuali segera buktikan cara ini, dan rasakan perubahan hidup yang Anda alami. Sungguh, dengan istiqamah membaca al-Qur’an, maka seseorang akan dapat manfaat, ilmu, dan petunjuk dari-Nya. Ini terlepas Anda bisa dan mengerti bahasa Arab atau tidak, baca sajalah secara istiqamah, maka Anda akan merasakan manfaatnya.

Dalam hal ini, ada sebagian orang yang berpendapat bahwa percuma membaca al-Qur’an bila kita tidak mengerti artinya. Lalu, orang tersebut lebih suka mempelajari terjemahannya daripada bahasa Arab atau bahasa al-Qur’annya. Bukan berarti saya tidak setuju dengan pendapat semacam itu. Silakan saja berpendapat seperti itu. Namun, saya tetap berpendapat bahwa tidak ada yang percuma dalam membaca al-Qur’an, meski belum tahu artinya. Sebab, al-Qur’an adalah kalam Ilahi yang suci. Maka, Anda akan mendapatkan manfaatnya bila istiqamah membacanya.

Sungguh, saya berpendapat demikian bukan berarti memahami makna al-Qur’an tidak penting. Sama sekali tidak demikian. Membaca al-Qur’an lalu mempelajari dan memahami maknanya adalah amalan yang luar biasa baiknya. Namun, sekali lagi, membaca ayat atau kalimat suci dalam al-Qur’an adalah kebaikan juga. Dengan demikian, semoga kita termasuk orang yang istiqamah dalam membaca dan bisa mengerti isi kandungan al-Qur’an. Sehingga, kita bisa benar-benar dekat dengan-Nya dan mempunyai keyakinan yang kuat.

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

Tentang Akhmad Muhaimin Azzet

Menulis untuk media cetak, buku, dan blog. Bekerja juga sebagai editor freelance di beberapa penerbit buku. Saat ini mendapatkan amanah sebagai Kepala Bidang Pendidikan Yayasan Cinta Qur'an, Yogyakarta.
Pos ini dipublikasikan di Ibadah dan tag , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar